Asal Usul Manusia Mandar dan Arti Nama Mandar

Asal Usul Manusia Mandar

Suku Mandar memiliki sejarah panjang sebagai pelaut yang handal. Menurut teori Out of Taiwan, nenek moyang Suku Mandar telah menjelajahi Samudra Pasifik, Laut Cina Selatan, dan Samudra Indonesia sejak 3000 tahun sebelum Masehi.
Mereka berada di wilayah Sulawesi Barat dan dulunya bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja, mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan.

Bardasarkan hasil penelitian etnologi, suku Mandar merupakan keturunan melayu muda (deutro Melayu) yang berasal dari India belakang. Orang Mandar mengucapkan bahasa Mandar dan telah memiliki kesusastraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari sanskerta.

Disclaimer: Saya menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan saya dalam topik ini, namun saya merasa bahwa pembahasan tentang Mandar merupakan hal yang menarik untuk dieksplorasi. Tulisan di bawah ini didasarkan pada riset yang saya lakukan dari berbagai sumber di internet serta asumsi pribadi saya. Saya memohon maaf jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam tulisan ini. Saya selalu terbuka untuk diskusi, kritik, dan saran melalui kolom komentar. Terima kasih atas pengertian dan partisipasinya.{alertInfo}


Asal usul manusia mandar tentu tidak lepas dari sejarah asal usul manusia Indonesia. Berdasarkan penelitian Genetika manusia Indonesia adalah hasil pencampuran genetika nenek moyang keturunan manusia modern (Homo sapiens) yang berkelana dari Afrika dan datang secara bergelombang dalam kurun waktu puluhan ribu tahun dengan rute yang berbeda-beda sampai ke wilayah nusantara. Singkatnya selama berabad-abad lalu terjadi beberapa gelombang migrasi. Secara genetik asal usul orang Indonesia beragam. Rujukan



Arti Kata Mandar

Arti Kata Mandar menurut dari berbagai sumber :
Mandar berasal dari konsep Sipamandar yang berarti saling kuat menguatkan; penyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar.

Kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang penduduknya.

Dalam buku dari H. Saharuddin, dijumpai keterangan tentang asal kata Mandar yang berbeda. Menurut penulisnya, berdasarkan keterangan dari  A. Saiful Sinrang, kata Mandar berasal dari kata mandar yang berarti “Cahaya”.

Sedang menurut Darwis Hamzah berasal dari kata mandag yang berarti “Kuat”; selain itu ada pula yang berpendapat bahwa penyebutan itu diambil berdasarkan nama Sungai Mandar yang bermuara di pusat bekas Kerajaan Balanipa (Saharuddin, 1985:3). rujukan

Beberapa pendapat diatas sudah masyur dikenal dikalangan masyarakat namun beberapa pendapat lain mengaitkan pada bahasa Belanda dan Portugis.

Asumsi Pribadi

Saya memiliki pandangan sendiri mengingat sejarah negeri kita yang dulunya sangat dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha. Mengapa kita tidak membahas pengaruhnya dalam konteks Mandar? Mungkin saja nama "Mandar" berasal dari India. Saya berharap ada penelitian lebih lanjut tentang ini karena kata "Mandar" banyak ditemukan di India, terutama di India selatan. Nama Mandar sering digunakan untuk nama anak laki-laki di sana. Dalam bahasa India, nama Mandar memiliki makna sebagai "pohon surga".

Mandar juga merupakan nama yang populer di negara bagian Maharashtra, India, yang merupakan salah satu nama Dewa Ganesha. Selain itu, nama ini juga dapat memiliki arti sebagai "pohon koral" atau "pohon di surga". Sebagai tambahan, asumsi pribadi saya adalah bahwa saya menemukan keindahan dalam segala hal, termasuk dalam penelusuran makna dan asal usul nama seperti Mandar. Namun, saya tetap terbuka untuk berdiskusi, kritik, dan saran yang membangun dari pembaca. Terima kasih atas pengertian dan partisipasinya.

Contoh Lain Nama Mandar Dalam Tempat;
  • MANDAR VILLAGE
  • TEMPLE MANDAR-MIRPUR
  • MANDAR PARVAT
  • MANDAR HILL
  • MANDAR RANCHI
  • MANDAR VILLAGE NANOOR BANGLADES 
dan masih banyak lagi.

Terkait Bukti Peninggalan Hindu-Buddha Khususnya di Sulawesi Barat

Meskipun tidak ada Candi tapi bukan berarti tidak ada peninggalan Hindu-Buddha di Sulawesi Barat. Penemuan arca Buddha Dipangkara yang ditemukan pada tahun 1921 di Desa Sempaga, sebelah utara Kota Mamuju, pesisir Provinsi Sulawesi Barat.



Meskipun diduga arca ini bukan berasal dari kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, melainkan dibawa oleh para pedagang dari India, tetapi setidaknya telah membuktkan adanya kontak Agama Hindu-Buddha dengan budaya masyarakat Sulawesi.

Museum Nasional Indonesia memamerkan patung Buddha Dipangkara tertua yang merupakan peninggalan abad ke-2 Masehi untuk meningkatkan pengetahuan kesejarahan masyarakat."Patung Buddha Dipangkara berbahan baku perunggu ini merupakan koleksi tertua di antara 141 ribu koleksi patung di Museum Nasional

Buddha Dipangkara diperkirakan peninggalan abad ke-2 Masehi karena dilihat dari gaya seni, struktur dan bebntuk abad ke-2 dari India Selatan, ditemukan di Sikendeng Mamuju, Sulawesi Barat.

Mungkin pernah terlintas pertanyaan dibenak kita. Mengapa di Sulawesi tidak ada candi? atau, apakah ada candi di Sulawesi? Pertanyaan seperti itu wajar, sebab di Jawa, banyak bukti sejarah yang ditemukan, baik berupa arca maupun candi.


Beberapa alasannya

Sulitnya bahan baku pembuatan candi di Sulawesi Batu Andesit sebagai bahan baku membuat patung/candi atau megalitik banyak ditemukan di Jawa (masih ditambang di Majalengka dan Cirebon). Batu Andesit ditemukan didaerah aktivitas gunung api atau vulkanik yang tinggi. Sebab batu Andesit tergolong batuan beku, yaitu magma yang membeku dan menjadi batu. Sedang di Sulawesi, persediaan batu andesit bisa dikatakan urang, sehingga  untuk membuat candi sangat sulit.

Tidak berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Sulawesi bukan berarti tidak ada pengaruhnya sama sekali. Agama Hindu-Buddha masih ada sedikit hubungan atau pengaruh di Sulawesi. Beberapa daerah di Sulawesi pernah dikuasai oleh Kerajaan Majapahit yang menganut Agama Hindu.

Pembuatan bangunan monumental kurang dikenal di Sulawesi, tetapi juga pembangunan istana kerajaan-kerajaan di Sulawesi kebanyakan menggunakan struktur bangunan yang terbuat dari kayu. Bangunan-bangunan semacam ini tidak akan mampu bertahan lama dari iklim tropis Nusantara.

Sedangkan di Sulawesi, baik Hindu maupun Buddha, tidak pernah dianut secara massif, sehingga bangunan keagaam berupa candi tidak dibangun. Sementara kepercayaan tradisional di Sulawesi tidak memerlukan bangunan permanen yang megah untuk sarana upacara ataupun kegiatan yang berkaitan dengan kepercayaan setempat.

Hal yang menyebabkan tidak berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Sulawesi karena letaknya kurang strategis dan bukan terletak di jalur perdagangan antara Cina dan India yang merupakan asal adari Agama Hindu dan Buddha, sehingga tidak ada kerajaan dan candi peninggalan Hindu-Buddha di Sulawesi.

Komen aja dulu siapa tau akrab! Kebijakan Komentar

Lebih baru Lebih lama